Minggu, 30 Mei 2010

Program Pelayanan Konseling, Unsur-unsur Program Pelayanan


G. Unsur-unsur Program Pelayanan Konseling
Program pelayanan konseling untuk setiap periode disusun dengan memperhatikan unsur-unsur :
1. Kebutuhan siswa yang dietahui melalui pengungkapan masalah dan data yang terdapat di dalam himpunan data.
2. Jumlah siswa asuh yang wajib dibimbing :
-Guru Pembimbing 150 orang (minimal) sampai 225 orang (maksimal) sesuai SKB Mendikbud dan Kepala BAKN No. 0433/P/1993 dan No. 25 tahun 1993. 
-Kepala Sekolah yang berasal dari Guru Pembimbing 40 orang, dan Wakil Kepala Sekolah yang berasal dari Guru Pembimbing 75 orang.
3. Bidang-bidang bimbingan : pribadi, sosial, belajar, dan karir.
4. Jenis-jenis layanan ; layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok, konsultasi dan mediasi.
5. Kegiatan pendukung : aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, alih tangan kasus dan tampilan kepustakaan.
6. Volume kegiatan yang diperkirakan antara 4% s.d. 25% pada kegiatan berikut diatur secara proporsional : 
Kegiatan Iayanan terdiri : Iayanan orientasi, Iayanan informasi, Iayanan penempatan dan penyaluran, Iayanan pembelajaran,layanan konseling perorangan,Iayanan konseling kelompok, Iayanan konsultasi, dan Iayanan mediasi. 
Dan kcgiatan pendukung terdiri dari ; aplikasi instrumentasi, himpunan data ,konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus.

Program Pelayanan Konseling, Jenis Program


F. Jenis Program.
Program pelayanan konseling yang perlu dibuat oleh guru pembimbing guna merencanakan kegiatan bimbingan antara lain
1. Program harian, yaitu program yang langsung diadakan pada hari-hari tertentu dalam satu minggu.
2. Program mingguan, yaitu program yang akan dilaksanakan secara penuh untuk kurun waktu satu minggu tertentu dalam satu bulan.
3. Program buianan, yaitu program yang akan dilaksanakan secara penuh untuk kurun waktu satu bulan tertentu dalam satu semester.
4. Program semester, yaitu program yang akan dilaksanakan secara penuh
untuk kurun waktu satu semester tertentu dalam satu tahun ajaran.
5. Program  Tahunan, yaitu program yang akan dilaksanakan secara penuh
untuk kurun waktu satu tahun tertentu dalam satu jenjang sekolah.
Kelima jenis program tersebut satu sama lain saling terkait. Program tahunan didalamnya me!iputi program semester, program semester didalamnya meliputi program bulanan, program bulanan didalam meliputi agenda mingguan, dan agenda mingguan didalamnya meliputi agenda harian. Agenda harian ini merupakan jabaran dari agenda mingguan guru pembimbing pada kelas yang diasuhnya. Agenda ini dibuat secara tertulis pada buku agenda yang berupa satuan Iayanan dan atau satuan penduk.ung (RPP)

Jumat, 28 Mei 2010

Program Pelayanan Konseling, Tahap-Tahap Penyusunan Pelayanan Konseling


E.Tahap-tahap Penyusunan Program Pelayanan Konseling.
Suatu program hendaknya disusun dengan baik. .Untuk menyusun suatu program pelayanan konseling memerlukan langkah-iangkah yang bersifat menyeluruh dan terintegral. Harold J. Burbach & Larry E. Decker (1977:198) mengemukakan lanykah-langkah dalam suatu perencanaan sebagai berikut
1. Menentukan tujuan yang akan dicapai
2. Menganalisis tentang sumber-sumber dan kendala yaitu yang berhubungan dengan personil, sikap, biaya, peraturan-peraturan, fasilitas dan waktu.
3. Menganalisis tentang kebutuhan-kebutuhan
4. Menentukan tujuan-tujuan yang lebih spesifik dan dapat diukur.
5. Menentukan prioritas.
6. Menentukan strategi-strategi dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan tujuan-tujuan yang spesifik.
7. Mengadakan evaluasi terhadap perencanaan yang mencakup (a) untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dicapai, dan (b) untuk melihat sejauh mana kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan itu dilaksanakan.
8. Mengadakan beberapa perubahan yang perlu untuk perbaikan program.
Sedangkan Yoseph W. Holis (1965:23-24) menjelaskan bahwa langkah-langkah penyusunan program pelayanan konseling yang baik agar efektif, ada beberapa bentuk yang harus dilakukan, yaitu:
1. Mengidentifikasi kebutuhan,
2. Studi mengenal layanan bimbingan yang telah ada dan mengembangkan pedoman kegiatan untuk Iayanan yang baru atau layanan yang diperbaharui lagi,
3.Menetapkan cara-cara untuk  mengumpulkan  data dan menyebarkan  data
4. Memodifikasi program,
5. Seleksi tipe organisasi bimbingan dan konsehng dan menetapkan peranan tenaga pelaksana,
 6. Menyeleksi koordinator dan pimpinan masing-masing bagian program Iayanan bimbingan dan konseling,
7. Menetapkan fasilitas yann memadai,
8. Pemeliharaan catatan dan laporan yang memadai dalam selaruh kegiatan Iayanan bimbingan dari setiap individu,
9. Pendidikan in-service bagi rekan sekerja (sejawat),
10. Memanfaatkan sumber daya masyarakat dan referal, dan
11. Menyusun alokasi dan biaya kegiatan bimbingan.
Mencermati proses perencanaan program pelayanan konseling tersebut di atas, maka dalam penyusunan program pelayanan konseling ada beberapa aspek yang seharusnya mendapatkan penekanan, yaitu (a) tujuan, (b) kebutuhan¬kebutuhan siswa, (c) materi dan kegiatan Iayanan yang diberikan, (d) kegiatan evaluasi, (d) sumber daya manusia, dan (e) sarana dan prasarana.

Program Pelayanan Konseling, Unsur dan Syarat Penyusunan Program Pelayanan Konseling


D. Unsur dan Syarat Penyusunan Program Pelayanan Konseling.
Dalam penyusunan program pelayanan konseling diharapkan memenuhi unsur-unsur dan persyaratan tertentu. Menurut Prayitno (1998) unsur-unsur yang harus diperhatikan dan menjadi isi program bimbingan dan konseling meliputi kebutuhan siswa, jumlah siswa yang dibimbing, kegiatan di dalam dan di luar jam belajar sekolah, jenis bidang bimbingan dan jenis layanan, volume kegiatan bimbingan dan konseling, dan frekuensi layanan terhadap siswa. Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penyusunan program bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
1.. Berdasarkan kebutuhan bagi pengembangan peserta didik sesuai dengan kondisi pribadinya, serta jenjang dan jenis pendidikannya.
2.. Lengkap dan menyeluruh, artinya memuat segenap fungsi bimbingan. kelengkapan program  ini disesuaikan dengan kebutuhan  dan karakteristik peserta didik pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
3. Sistematik, dalam  arti program, disusun  menurut urutan logis, tersinkronisasi dengan menghindari turnpang tindih yang tidak perlu, serta dibagi-bagi secara logis,
4. Terbuka dan luwes, artinya mudah menerima masukan untuk pengembangan dan penyempurnaan, tanpa harus merombak program itu secara menyeluruh.
5.. Memungkink.an kerja sama dengan fihak yang terkait dalam rangka sebesar-besamya memanfaatkan berbagai sumber dan kemudahan yang tersedia bagi kelancaran dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling.
6. Memungkinkan diselenggarakannya penilaian dan tindak lanjut untuk penyempurnaan program pada khususnya dan peningkatan keefektifan dan keefisienan penyelenggaraan program pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya.
Sedangkan menurut Kaufan, F. W. Miller dalam Natawidjaja menyebutkan bahwa suatu program dikatakan baik jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Program itu disusun dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan nyata dari para siswa sekolah yang bersangkutan.
2. Kegiatan bimbingan diatur menurut skala prioritas yang juga ditentukan berdasarkan kebutuhan siswa dan kemampuan petugas.
3. Program itu dikembangkan berangsur-angsur dengan melibatkan semua tenaga kependidikan di sekolah dalam merencanakannya.
4. Program itu memiliki tujuan yang ideal, tetapi realistik dalam pelaksanaannya.
5. Program itu mencerminkan komunikasi yang berkesinambungan diantara semua anggota staf pelaksananya.
6.. Menyediakan fasilitas yang diperlukan.
7.Penyusunan disesuaikan dengan program pendidikan di lingkungan sekolah yang bersangkutan.
8.Memberikan kemungkinan pelayanan semua siswa.
9.. Memperlihatkan peranan yang penting dalam menghubungkan dan memadukan sekolah dengan masyarakat.
10. Berlangsung sejalan dengan proses penilaian diri, baik mengenai program itu sendiri maupun kemajuan pengetahuan, keterampilan dan sikap petugas pelaksanaanya.
11. Program itu hendaknya menjamin keseimbangan dan kesinambungan seluruh pelayanan bimbingan.

Program Pelayanan Konseling, Manfaat Penyusunan


C. Manfaat Penyusunan Program
Program pelayanan konseling disusun dan dikembangkan didasarkan atas pertimbangan bahwa program yang disusun dengan baik akan memberikan banyak keuntungan, baik bagi para siswa yang mendapat layanan bimbingan dan konse!ing maupun bagi petugas yang menyelenggarakan. Di samping itu Program pelayanan konseling yang baik, memungkinkan keberhasilan suatu layawan bimbingan don konseling.
Prayitno (2000) mengemukakan beberapa keuntungan disusunnya suatu program, yaitu :
1.. Memungkinkan Guru Pembimbing untuk menghemat waktu, usaha, biaya, dengan menghindarkan kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi, dan usaha coba-coba yang tidak menguntungkan.
2.. Siswa asuh akan menerima pelayanan bimbingan dan konseling secara seimbang dan menyeluruh  baik dalam hal kesempatan bidang bimbingan dan jenis-jenis layanan bimbingan yang diperlukan.
3. Setiap Guru Pernbimbing rnengetahui peranannya masing-masing dan mengetahui pula bilamana dan dimana harus bertindak.Dalam pada itu guru pembimbing akan menghayati pengalaman yang sangat berguna untuk kepentingan siswa -siswa asuhnya.
Sedangkan Rochman Natawidjaja (1984) menjelaskan bahwa program bimbingan yang direncanakan dengan baik dan terinci, akan memberikan banyak keuntungan. Keuntungan-keuntungan tersebut adalah (1) memungkinkan para petugas bimbingan menghernat waktu, usaha, biaya dengan merighindarkan kesalahan-kesalahan dan usaha coba-coba yang tidak menguntungkan; (2) rnemungkinkan siswa untuk mendapatkan pelayanan bimbingan secara seimbang dan menyeluruh, baik dalam kesempatan ataupun dalam jenis pelayanan bimbingan yang diperlukan; (3) memungkinkan setiap petugas mengetahui dan memahami peranannya dan rnengetahui bagaimana dan dimana mereka harus melakukan upaya secara tepat; (4) memungkinkan para petugas untuk menghayati pengalaman yang berguna untuk kemajuan sendiri dan untuk kepentingan para siswa yang dibimbingnya.

Senin, 24 Mei 2010

Program Pelayanan Konseling, Tujuan Penyusunan


B.Tujuan Penyusunan Program
Tujuan penyusunan program  tidak lain agar kegiatan pelayanan konseling di sekolah dapat terlaksana dengan lancar, efektif dan efisien, serta hasil-hasilnya dapat di nilai,. Tersusun dan terlaksananya program pelayanan konseling dengan baik akan lebih menjamin pencapaian  tujuan kegiatan pada khususnya, tujuan sekolah pada umumnya, juga akan lebih menegakkan akuntabilitas pelayanan konse!ng di sekolah.Juntika (2002:85) tujuan  penyusunan program pelayanan konseling adalah adanya kejelasan arah pelaksanaan program, adanya kemudahan mengontrol  dan mengevaluasi kegiatan, clan terlaksananva program kegiatan secara lancar, efisien, dan efektif.
 Sedangkan menurut Pengurus Besar IPBI (2001:3) tujuan penyusunan program pelayanan bimbingan dan konseling ialah agar Guru Pembimbing memiliki pedoman yang pasti dan jelas, sehingga kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah dapat  terlaksana dengan !ancar, efektif dan serta hasil-hasilnya dapat dinilai.
Program pelayanan konseling tersebut hendaknya dibuat secara  tertulis dan selanjutnya dikomunikasikan kepada sesarna Guru Pembimbing. sejawat dan guru, staf sekolah lainnya, serta pirnpinan sekolah, untuk selanjutnya menjadi rambu-rambu bagi kerja sama antara Guru Pembimbing dengan semua personil-personil sekolah yang dimaksudkan itu.

Program Pelayanan Konseling, Pengertian


Program pelayanan konseling merupakan isi kese!uruhan organisasi pe!ayanan konseling di sekolah. Program itu perlu disusun dengan memperhatikan kondisi yang terdapat di lapangan.
A.Pengertian Program pelayanan konseling
Program pelayanan konseling diartikan seperangkat kegiatan bimbingan dan konseling yang dirancang secara terencana, terorganisasi, terkoordinasi selama periode waktu tertentu dan dilakukan secara kait mengait untuk mencapai tujuan.
Pengurus Besar IPBI (2001:2) mendelinisikan program bimbingan dan konseling sebagai satuan rencana keseluruhan kegiatan bimbingan dan konseling yang akan dilaksanakan pada periode waktu tertentu, seperti periode bulanan, semester, tahunan. Sedangkan menurut Wahyu Sumidjo (1999:9) yang dimaksud dengan program ialah rencana komprehensif yang memuat penggunaan sumber-sumber dalam pola yang terintegrasi serta urutan tindakan kegiatan yang dijadwalkan untuk rnencapai tujuan yang telah ditetapkan. Program menggariskan  apa, oleh siapa, bilamana dan dimana tindakan akan dilakukan.

Kamis, 20 Mei 2010

SNP, Standard Penilaian Pendidikan


H. Standar Penilaian Pendidikan
Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian basil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6. Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
8. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
9. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
Agar prinsip-prinsip penilaian dapat dipenuhi, maka salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah dalam melakukan penilaian hasil belajar, pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik.
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas penilaian hasil belajar oleh pendidik; penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Instrumen penilaian hash belajar yang digunakan pendidik memenuhi persyaratan (a) substansi, adalah merepresentasikan kompetensi yang dinilai, (b) konstruksi, adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan, dan (c) bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.
Instrumen penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dalam bentuk ujian sekolah/madrasah memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, dan bahasa, serta memiliki bukti validitas empirik. Instrumen penilaian yang digunakan oieh pemerintah dalam bentuk UN memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, bahasa, dan memiliki bukti validitas empirik serta menghasilkan skor yang dapat diperbandingkan antar sekolah, antar daerah, dan antar tahun.

SNP, Standard Pembiayaan Pendidikan

G. Standar Pembiayaan Pendidikan
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. 
Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. 
Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi : gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.

SNP, Standard Pengelolaan

F. Standar Pengelolaan
Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh pemerintah daerah, dan standar pengelolaan oleh Pemerintah.
Standar pengelolaan pendidikan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah adalah standar pengelolaan pendidikan untuk sekolah/madrasah yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Dalam standar pengelolaan ini diterapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian. kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas
Setiap satuan pendidikan dipimpin oleh seorang kepala satuan sebagai penanggung jawab pengelolaan pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya kepala satuan pendidikan SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat dibantu minimal oleh satu orang wakil kepala satuan pendidikan. Pada satuan pendidikan SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat kepala satuan pendidikan dalam melaksanakan tugasnya dibantu minimal oleh tiga wakil kepala satuan pendidikan yang masing-masing secara berturut-turut membidangi akademik, sarana dan prasarana, serta kesiswaan.
Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah di bidang akademik dilakukan oleh rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan. Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah di bidang non-akademik dilakukan oleh komite sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala satuan pendidikan. Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan. Secara lengkap standar pengelolaan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dalam Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 itu segala sesuatunya dikelola secara rinci. Sebagai contoh pengelolaan perpustakaan sekolah/madrasah perlu :
1. Menyediakan petunjuk pelaksanaan operasional peminjaman buku dan bahan pustaka Iainnya;
2. Merencanakan fasilitas peminjaman huku dan bahan pustaka Iainnya sesuai dengan kebutulian peserta didik dan pendidik;
3. Membuka pelayanan minimal enam jam sehari pada hari kerja;
4. Melengkapi fasilitas peminjaman antar perpustakaan, baik internal maupun eksternal;
5. Menyediakan pelayanan peminjaman dengan perpustakaan dari sekolah/madrasah lain baik negeri maupun swasta.
Dengan gambaran seperti yang telah diuraikan di atas maka wajarlah bila standar pendidikan nasional ini merupakan acuan untuk melakukan penjaminan mutu pendidikan. Atau dengan kata lain, bila dikehendaki sekolah bermutu maka kelola seperti yang tertuliskan dalam standar pengelolaan.

SNP Standard Sarana dan Prasarana

E. Standar Sarana dan Prasarana
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang konseling, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekoiah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007. Standar ini mencakup kriteria minimum sarana dan kriteria minimum prasarana.
Mistress By Mistake 

SNP, Standard Pendidikan dan Tenaga Kependidikan

D. Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Seorang pendidik, selain memiliki kualifikasi akademik dan pendidikan profesional juga harus memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran. Kompetensi tersebut meliputi:
•Kompetensi pedagogik;
•Kompetensi kepribadian;
•Kompetensi profesional; dan
•Kompetensi sosial.
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal I disebutkan bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Sedangkan tenaga kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar, dan tenaga kebersihan.
Selain pendidik, tenaga kependidikan lainnya seperti pengawas dan kepala sekolah juga memiliki standar atau kriteria minimum. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Sementara untuk konselor diatur dalam Permendiknas Nomor 28 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademis dan Kompetensi Konselor.
Uraian di alas menunjukkan bahwa tidak sembarang orang dapat menjadi pendidik, kepala sekolah, dan pengawas. Mereka harus memiliki kriteria minimum untuk menjadi pendidik, kepala sekolah, dan pengawas. Dengan cara demikian maka mutu pendidik, kepala sekolah, dan pengawas dapat terjamin.

SNP, Standard Proses

C. Standar Proses
Pendidikan yang bermutu akan menghasilkan lulusan yang bermutu pula. Tuntutan agar proses pembelajaran mampu menghasilkan lulusan yang bermutu tersebut akan terpenuhi apabila proses pembelajaran bermutu. Proses pembelajaran harus dipilih, dikembangkan, dan diterapkan secara luwes dan bervariasi dengan memenuhi kriteria standar. Proses pembelajaran yang bersifat luwes dan bervariasi ini diterapkan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Pembelajaran pada setiap satuan pendidikan harus interaktif, inspiratif dalam suasana yang menyenangkan, menggairahkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu diperlukan adanya acuan dasar yang memuat kriteria minimal berbagai aspek penyelenggaraan proses pembelajaran (standar proses) pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Dengan ditetapkannya standar proses pembelajaran, maka proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan formal akan terjamin mutunya, sehingga terlaksana proses pembelajaran yang efektif dan efisien untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Selain itu, standar proses pembelajaran juga dapat digunakan sebagai:
1.Pedoman umum bagi para pendidik dalam menyelenggarakan kegiatan belajar dan pembelajaran di setiap satuan pendidikan formal.
2. Dasar bagi pemerintah, pemerintah propinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pembelajaran di setiap satuan pendidikan formal.
3. Petunjuk bagi masyarakat dalam peran sertanya dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengawasan program pembelajaran di setiap satuan pendidikan formal.
Dengan demikian dalam proses pembelajaran, setiap satuan pendidikan harus melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien, sehingga menghasilkan lulusan yang bermutu.

SNP, Standard Isi

B. Standar Isi
Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan. Selaras dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Standar Isi mencakup :
1.            Kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan,
2.            Behan belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah,
3.            Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi, dan
4.            Kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Dalam kerangka dasar dijelaskan prinsip-prinsip pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Dengan penjelasan tersebut, maka kurikulum yang dikembangkan dijamin bermutu dan pelaksanaannyapun dijamin bermutu. Sementara itu struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Terkait dengan muatan dalam struktur kurikulum yang memuat sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan juga ada materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri. Ketiga komponen dalam struktur kurikulum tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.            Mata pelajaran
Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam SI.
2.            Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan hars mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
3. Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai
dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengah kondisi
sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh
konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam
bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan
antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan
masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan
karier. Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri
terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier.
Cakupan lain adalah beban belajar. Beban kerja adalah beban belajar sistem paket pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sistem Paket adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya diwajibkan mengikuti seluruh program pembelajaran dan beban belajar yang sudah ditetapkan untuk setiap kelas sesuai dengan struktur kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada Sistem Paket dinyatakan dalam satuan jam pembelajaran. Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Semua itu dimaksudkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik.
Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan disusun oleh masing-masing satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu sebagaimana tersebut pada dokumen Standar Isi ini dengan memperhatikan ketentuan dari pemerintah/pemerintah daerah.
Secara lengkap SI tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 . Dalam Peraturan Menteri ini terdapat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk satuan pendidikan dasar dan menengah (SD-MI. SDLB, SMP-MTs, SMPLB, SMA-MA, SMALB, SMK-MAK).
Sementara itu, SI untuk sekolah kesetaraan tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A, Program Paket B dan Program Paket C.

SNP, Standard Kompetensi Lulusan


A. Standar Kompetensi Lulusan
Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Lampiran Permen ini meliputi:
•             SKL, Satuan Pendidikan & Kelompok Mata Pelajaran
•             SKL Mata Pelajaran SD-MI
•             SKL Mata Pelajaran SMP-MTs
•             SKL Mata Pelajaran SMA-MA
•             SKL Mata Pelajaran PLB  ABDE
•             SKI, Mata Pelajaran SMK-MAK
Standar Kompetensi lulusan ini tidak hanya mencakup domain kognitif dan psikomotor tetapi juga domain afektif dan domain sosial. Hal ini dapat dilihat dari contoh Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pend idikan (SKL-SP) SMP/MTs/SMPLB/Paket B sebagai berikut :
1.            Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja
2.            Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri
3.            Menunjukkan sikap percaya diri
4.            Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih lugas
5.            Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional
6.            Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif
7.            Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
8.            Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya
9.            Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari
10.         Mendeskripsi gejala alam dan sosial
11.         Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab
12.         Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
13.         Menghargai karya seni dan budaya nasional
14.         Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya
15.         Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang
16.         Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun
17.         Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat
18.         Menghargai adanya perbedaan pendapat
19.         Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana
20.         Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana
21. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah
 Contoh SKL-SP di atas menunjukkan betapa kompleksnya kriteria minimum seorang siswa yang akan lulus dari SMP/MTs/SMPLB/Paket B. Oleh karenanya tidaklah diragukan lagi manakala SNP ini dapat digunakan sebagai acuan penjaminan mutu pendidikan di Indonesia.
Untuk memberlakukan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) diterbitkanlah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan standar isi dan standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Selanjutnya agar satuan pendidikan atau sekolah/madrasah dan guru tidak kesulitan menjabarkan SKL dan SI maka Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menerbitkan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Panduan Pengembangan Diri. Dengan panduan ini diharapkan sekolah/madrasah memiliki pedoman dalam mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.