Sabtu, 22 Juni 2013

Pengaduan nan tak terjawab

Lelah juga menuntut hak di negeri ini.Kita di tuntut agar selalu siap dalam pelaksanaan tugas sebagai PNS yang notabene abdi negara , apalagi di gelar pahlawan tanpatanda jasa.
Namun terbersit di hati, akankah selalu para guru ini menjadi sasaran ke tamakan para penguasa yang merasa bahwa guru tidak akan berbuat nekat dalam menuntut hak?.
Guru sudah menjadi donatur bagi Pemko dan Pemkab.Uang tunjangan sertifikasi guru entah di apakan, sehingga Pemko dan Pemkab punya piutang 5 bulan kepada guru yakni mulai bulan Nopember 2012 hingga Maret 2013.
Entah siapa yang masih bisa di percaya di negeri ini.Entah siapa pula yang masih perduli dengan nasib para guru.
Masalah ini sudah di ributkan dengan demo guru.Apa yang terjadi, dengan gampang pemerintah berjanji akan membayar dalam tempo 10 hari.Janji itu di ucapkan bersama oleh pihak Dinas Pendikan Kota Medan dan Pemko Medan pada 30 Mei 2013.Tapi entah hitungan seperti apa yang mereka pakai , sekarang sudah tanggal 22 Juni.Mungkin mereka itu dulu nggak belajar Matematika jadi nggak pande ngitung.
Masalah ini juga sudah saya sampaikan ke KPK, Menpan, Kemdikbud, DPR -RI, Sekretariat Negara, Publik Interaktif Sumut Pos, tapi seperti kata -kata orang, ANJING MENGGONGGONG KAFILAH BERLALU, lantas harus ke mana lagi.
Jika menaikkan harga BBM, Menagih Pajak, terasa begitu mudah dan ngotot, tetapi jika untuk memenuhi hak rakyat, kelihatan begitu sulit,
Masya Allah....................................
Wahai Ibu pertiwi, negeri ini saakiiit........................................

Rabu, 12 Juni 2013

Gengsi seorang pengambil keputusan

UN sudah berlalu dan begitu kacau balau dan membuat banyak pihak galau.Sejak dua tahun belakangan ini sebenarnya UN sudah kembali kepada pola EBTANAS dahulu di mana untuk kelulusan nilai yang di UN kan di gabung dengan nilai sekolah.Hal ini timbul karena sudah begitu banyak desakan agar UN di hapuskan.
Tapi karena sang pengambil keputusan mau, maka di buatlah pola EBTANAS, di mana pengarus nilai sekolah di ikut sertakan.Sebenarnya ini mengisyaratkan bahwa sebenarnya UN sudah tidak murni mengukur kualitas melainkan sebagai proyek nasional.Bayangkan saja berapa pihak yang merasa rugi kalau UN di hapuskan.
-Pihak pertama mungkin para pengurus proyek di kementerian pendidikan yang berurusan dengan tender pengadaan naskah ujian yang konon mencapai milyaran rupiah.
-Pihak ke dua mungkin para dosen yang menjadi pengawas satua pendidikan.Lihat saja betapa Mahasiswa ikut libur di saat UN berlangsung karena Dosen nya jadi pengawas, tidak terkecuali Dosen bagi Mahasiswa Ikatan Dinas yang uang kuliahnya mencapai Rp.15.000.000/tahun.
Tentu para dosen ini senang karena honor yang mereka terima begitu menggiurkan hingga puluhan kali lipat dari pada honor guru yang mengawas UN.
Kadang jengkel juga, kok Dosen ikut ngawas di SMP dan SMA, tapi kalau SNMPTN guru tak di buat sebagai pengawas, apa mereka itu (Dosen) Malaikat yg bisa di percaya, jujur mengawas di SMP/SMA dan mengawas di kampus mereka sendiri?
Terakhir ini Paket Ujian konon mencapai 23 untuk tiap ruang ujian yang pesertanya 20 orang.Hal ini  tentu untuk pembenaran pelaksanaan UN itu sendiri yang di anggap "Waaahhhhh" , padahal mungkin jika di buat ratusan paket pun ya tetap bocor.Omong kosong kalau ada yang menjamin UN tidak bocor dan mengatakan jawaban yang beredar itu ulah orang-orang yang cari keuntungan dan itu palsu.Lha kalau palsu kok bisa dapat nilai 8 - 10, bahkan terjadi pada siswa yang malas dan IQ pas-pasan.
Entah lah, mungkin hanya Tuhan yang bisa mengatasi, termasuk memanggil pulang ke hadiratNya.

Di mana posisi orang mampu?

Mungkin bagi pemerintah, sudah di sebut orang mampu kalau sudah punya kenderaan seperti Sepeda Motor, apalagi mobil.Meskipun di ke dua jenis itu ada Sepeda Motor atau mobil yang usianya sudah ujur.Dan pemilik kenderaan inilah (dari mulai yang ujur hingga yang baru) di samakan dan dianggap sebagai penikmat haram BBM bersubsidi selama ini yang katanya salah sasaran.
Padahal kalau kita telaah jujur dan hati jernih, salahkah ia sebagai orang mampu? Apakah ia bukan rakyat Indonesia?.Mengapa harus di persoalkan karena ia sebagai orang mampu?
Mari kita telaah;
Menurut yang kita ketahui bahwa negara ini operasionalnya 70% bersumber dari pajak.Artinya orang tidak mampu tentu lepas dari tuntutan pajak atau lebih kecil, sedangkan yang mampu tentu membayar pajak lebih banyak.Saya ambil contoh sendiri:
-Pajak Sepeda motor 3, masing -masing kena pajak 161.000, 210.000 dan 240.000 semuanya 611.00
-Pajak mobil 1.944.000
-Pajak Bumi dan Bangunan 3 lokasi masing-masing 63.000, 121.000 dan 240.000 semuanya 424.000
-Pajak gaji 385000/bulan = Rp.4.620.000/tahun
Jadi setahun pajak yang harus di bayar Rp.7.599.000 ini pajak tetap dan bahkan kadang naik.
Lain lagi pajak makan di restoran, pajak masuk arena hiburan, masuk lokasi pantai dan lain-lain.
Tanpa merendahkan orang tidak mampu, tapi kita bisa melihar bahwa kita punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.Lantas kenapa orang mampu di bedakan sepertinya statusnya bukan sebagai rakyat Indonesia, lantas di anggap sebagai penikmat haram BBM bersubsidi?, kalau ternyata dia punya sumbangsih yang lebih besar pada operasional negara ini?.
Rasanya sungguh menyakitkan, kalau kita sudah bayar pajak lumayan banyak lantas kita di sebut penikmat haram BBM itu.
Pasal 33 UUD 45 mengisayaratkan; Bumi, air dan kekayaan alamyang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan di pergunakan untuk sebesar-besar kemakmurn rakyat.
Di sebut di sini RAKYAT , bukan mampu atau tidak mampu.Sebab kalau yang di permasalahkan mampu tidak mampu, berarti oarang mampu(kaya) di negeri ini berstatus sebagai penumpang yang harus bayar sewa (pajak) dan mengurusi diri sendiri.