Sabtu, 19 Februari 2011

Jeritan Hati Anakku

Mereka semua adalah anakku meski bukan istriku yang melahirkan.Begitu nyaman rasanya menghadapi siswa bermasalah ketika kita tulus menganggap siswa sebagai anak kita sendiri.Akan sangat beda jika kita memandang mereka sebagai siswa yang mesti kita layani untuk memenuhi target layanan 7 kali persiswa per tahun sebagaimana yang di amanatkan kepada kita sebagai petugas BK.Suatu hari seorang wali kelas menghantarkan seorang siswi kepada petugas BK,katanya siswi tersebut sudah bikin pusing dan baru saja terkabar ia tidak pulang kerumah setelah kemarin di permisikan oleh abangnya( terakhir ketahuan ternyata bukan abang betulan), sangkin geramnya siswi tersebut sudah di pukul dengan tujuan untuk mendapatkan efek jera.
Ketika saya katakan; Apa yang bisa bapak bantu nak, ? ia langsung sesenggukan lalu menagis cukup kuat.Dengan sabar saya menunggui sampai tangisnya mulai mereda.Selanjutnya dengan lembut saya mempersilakan ia cuci muka.Ya udah, nggak apa-apa, tampaknya kamu masih galau, cuci mukanya dulu ya nak ya, (sambil menunjukkan wastafel).
Singkat cerita, intinya ternyata siswi ini mengalami broken home.Ibunya terpaksa kawin lagi karena ia sudah berbadan dua dengan laki-laki lain.Awalnya ia tinggal sama ayahnya, tapi ia terpaksa pindah kerumah neneknya, karena ia tak sanggup menyaksikan kesedihan ayahnya meskipun sang ayah selalu menyembunyikan wajah sedih dan kadang tangis dari hadapan anak-anaknya.Mereka berempat semua tinggal sama ayahnya, tak satupun yang ikut sama ibunya, termasuk adiknya yang masih kelas 1 SD.Maaf tak bisa saya ceritakan detailnya disini karena saya harus menjaga privasi dan demi azas kerahasiaan BK.Meski kadang teman guru bilang saya "payah" karena apa yang di alami klien saya tak secuilpun bisa saya bagi tau pada mereka.Tapi saya percaya,hal itu merupakan kunci utama agar siswa mau mengungkapkan masalahnya pada guru BK.Yang juga perlu dalam hal masalah seperti ini, kita tidak boleh menanamkan rasa kebencian anak pada orang tua.Dan kita sedaya mampu meyakinkan bahwa ia akan dapat lepas dari masalah ini jika ia mau.Bantu ia dengan beberapa alternatif yang ia kemukakan sendiri maupun yang kita utarakan.Setelah dua kali pertemuan, saya gembira melihat ia mulai ceria kembali dan penuh percaya diri bergaul dengan teman-temannya.Alhamdulillah.

Pelopor Cakap Kotor

Posting kali berawal dari keprihatinan penulis pada kondisi permainan anak-anak sekolah yang bisa di katakan sudah semakin tak terkendali dengan bahasa yang sangat menyakitkan telinga.Sewaktu main guli, bercengkrama, di kelas waktu istirahat, seperti tak asing lagi siswa dengan seenaknya menyebut-nyebut kemaluan saat menunjukkan ketidak-setujuannya terhadap pendapat atau perilaku temannya.Di tambah lagi nama -nama hewan, seperti anjing, babi, ada pula yang sering di akhiri dengan kata "bodoh".Sebagai orang yang tak pernah mengucapkan hal yang tak pantas dalam keluarga, rasanya ucapan -ucapan seperti itu sangat ganjil dan meresahkan.Agama sangat melarang hal yang demikian.
Namun jika di kaji kebelakang, ternyata ; oknum orangtua, oknum guru dan oknum ustaz bisa saja menjadi latar belakang penyebabnya.
Mohon maaf, saya tidak bermaksud kurang ajar, tidak bermaksud membongkar aib, tapi Insya Allah, semua demi memperbaiki moral bangsa yang semakin tak karuan.Sebagai guru saya hanya bisa ambil bagian melalui blog, selain secara langsung melalui layanan Bimbingan Konseling.
1.Dari faktor oknum orangtua, karena kadangkala orangtua tak lagi bisa menjadi tauladan bagi anaknya.Malah ada juda orangtua yang sanggup cakap kotor, saat marah pada anaknya dengan menyebut kelamin laki-laki-maupun perempuan.Ada juga yang memaki anaknya dengan, ajing, babi, monyet dll.Ini bukan fitnah, penulis sering menyaksikan sendiri.
Yang lebih mencengangkan lagi pernah ketika seorang siswi kedapatan menyimpan video porno di HP nya, maka guru BK, memangil orangtua dan yang datang Ibunya.Ketika disampaikan masalahnya dan dipertontonkan kepada sang ibu agar guru tidak di tuduh fitnah, malah si ibu ngomong pada anaknya sambil ketawa kecil " kek mana nya kau, ibuk aja nggak pernah nengok itu, ibu cuma melakukan sama ayah kau".GuruBK..?????????????????????????????????????????????????? Na'uzu billahi min zalik.
2.Dari faktor oknum Guru, ada juga guru yang menjadi pelopor cakap kotor, saat ia lagi marah karena kesal pada siswanya yang bandel, umpanya dengan berkata " diam kau monyet".Yang ada malah siswa yang lain jadi ikut-ikutan memangil monyet pada siswa tersebut.Saya pernah tertegun, ketika seorang guru mengantarkan siswa kepada petugas BK, sambil berkata " ini pak, bapak tangani dulu lembu ini, saya nggak sanggup lagi, bandel kali".Ada juga guru yang sedang mengajarkan bab membatalkan wudhu, dengan mengatakan salah satunya " kentut" (penulis mohon maaf harus mengatakannya).Padahal ada bahasa yang lebih pantas, yaitu " buang angin".
3.Dari faktor oknum Ustaz, bahwa ada juga oknum Ustaz yang mungkin karena ke asyikan dengan Humor, atau supaya menyenangkan pendengar sampai lupa dengan inti ceramahnya.
-Ada juga oknum ustaz yang dengan begitu gamblang mengucapkan kata "kentut".Kalau ustaz bilang gitu, maka yang timbul dalam benak siswa , bilang gitu nggak masalah, wong ustaz aja bilang gitu.
-Menegur Ibu-Ibu dengan berulangkali menyebut "buuk, buuuk, buuuuuk" dengan suara yang makin keras.Bukankah Ibu-Ibu itu sebagai orang yang seharusnya di hormati, lha kalau ustaz begitu, maka jangan salahkan anak-anak kurang menghargai Ibu-ibu apakah Ibunya sendiri, Ibu guru atau yang lainnya.
-Baru kemarin pula penulis menyaksikan oknum ustaz lagi ngumor bilang gini; "Nek Minah, pergi ke kedai, pegang saya sini bingung harga meningkat, pegang tomat, terakhir tepicit pula telor wak amat".Meskipun ia jelaskan kemudian bahwa telor yang di maksud telor ayam jualan wak amat, tapi menurutkan "ing ngarso sung tulodo" maka teladan apa yang di harapkan dari guyonan seperti ini.Janganlah untuk mencari tenar atau untuk menyenangkan audience lantas lupa diri, bahwa ia seharusnya tidak menjadi pelopor kalau untuk cakap kotor.Saya mohon maaf, karena harus menyampaikan ini, kalau ada yang menganggap saya juga kurang sopan, sekali lagi saya hanya ingin menceritakan betapa kita pantas prihatin dan hendaknya ikut ambil peran kepada kebaikan anak-anak kita di masa depan.

Sabtu, 12 Februari 2011

Kebijakan Sertifikasi Guru di Sekolah Model, melukai rasa keadilan

Tahun 2010, mungkin merupakan tahun yang sangat menyakitkan bagi sebagian guru Deli Serdang yang telah mengabdi puluhan tahun untuk negara mencerdaskan kehidupan bangsa.Pasalnya, sekolah model telah di anak kandungkan dalam hal perekrutan sertifikasi guru.
1.Guru yang masa kerjanya lebih rendah dan bahkan yang masih CPNS telah direkrut dan telah menerima tambahan satu bulan gaji, padahal ada guru yang sudah mengabdi sejak tahun 1990 (20 Tahun ) dan memiliki ijazah S1 sebagai syarat utama, tidak pernah di daftarkan hingga akhir tahun 2010.
2.Ada juga guru yang lebih dulu di daftarkan dengan alasan Guru Berprestasi.Padahal menurut aturan yang ada, bahwa syarat utamanya adalah :
    a.Ijazah S1
    b.Masa Kerja
    c.dst
Betapa sangat melukai rasa ke tidak adilan, Guru yang sudah mengabdi puluhan tahun dan sudah hampir ke akhir masa kerja tidak di prioritaskan, malah yang baru mengabdi di dahulukan.Yang saya ceritakan di sini khusus bagi yang sudah memenuhi syarat, akan tetapi karena ketidak berpihakan Kepala Sekolah atau karena sekolah model (entah kebijakan siapa), maka para Guru yang sudah lebih dulu mengabdi itu hanya bisa mengelus dada.Padahal sebagai seorang guru, saya sudah pernah memintakan sewaktu Seminar Sertifikasi Guru di UNIMED thn. 2008 hendaknya para senior saya yang sudah usia 50 ke atas, agar dikesampingkan persyaratan S1 bagi mereka dengan alasan penghargaan atas jasa mereka yang telah terlebih dahulu mengabdi.Saya pasti dengan rela hati mendahulukan mereka biarpun mereka tidak S!.Karena toh keberhasilan PBM tidak bisa di jamin berhasil hanya dengan gelar S1, belum lagi jika S1 yang di peroleh hanya dalam waktu 3 bulan.Keberhasilan PBM sangat ditentukan kemauan Guru dan kecintaannya pada siswa, kriteria yang lain akan mengikut.
Kindle Lighted Leather Cover, Black (Fits 6" Display, Latest Generation Kindle)

Senin, 07 Februari 2011

Perlunya menanamkan kemandirian

Tak seperti yang di ceritakan orang tua saya lagi.
Dulu, untuk naik kelas ujiannya sulit.
Dulu, untuk mendapatkan nilai baik cukup sulit
Dulu, malu kalau harus menyontek
Dulu, kalau sudah SMP, pakaian cuci sendiri, harus bisa masak, makanan bisa hidang sendiri, bersiap dan berangkat ke sekolah urus sendiri.
Dulu, dan masih banyak lagi.
Sebagian orang mungkin risih kalau di bilang "DULU"
Tapi yang hendak kita ambil baiknya adalah mengenai kemandiriannya.Mungkin dari segi teknologi, kita bisa bilang itu udah ketinggalan jaman.Tapi kalau kita mau jujur, kemandirian mereka patut untuk di teladani.Saya sering bilang " dulu orang bisa berbuat, mengapa sekarang tidak?, apa bedanya.Yang dulu itu orang, yang sekarang juga orang, tapi kenapa sekarang tidak bisa.
Ok, kita ambil contoh, DULU saya belajar ( SD) masih menggunakan lampu teplok, saya bisa juara I.Setelah MTs, pakai lampu listrik dan begitu sampai kuliah, tetap bisa juara I.Toh tak ada bedanya , kalau kemauan itu ada.Lha kenapa anak sekarang menjadikan mati lampu (PLN) untuk tidak belajar.
DULU, ketika libur puasa satu bulan, saya sanggup menyalin intisari (saya buat sendiri) dari 3 buku yang saya pinjam dari guru, sampai habis dan saya menjadi bertambah ilmu dengan mencatat buku itu, kenapa sebagian besar siswa saat ini lebih senang nyontek waktu ujian ketimbang berupaya keras untuk tau.
Pengalaman selama menjadi guru BK, menunjukkan bahwa salahsatu faktor penyebabnya karena siswa tidak mau untuk mandiri.Mereka lebih suka mengerjakan kesenangannya seperti menonton TV, main game, internet, dll daripada fokus kepada prestasi.Sikap mental yang selalu bergantung pada orang lain sangatlah merugikan untuk masa depan mereka, dan sebagai guru BK selayaknyalah kita ikut mengambil peran.Namun sekali lagi saya ingatkan , saya bukan bermaksud menggurui.Saya hanya sekedar sharing, mungkin kawan sejawat ingin berkomentar atau berbagi pengalaman, tentu akan menambah wawasan kita, bagaimana agar profesi kita semakin berkelas tanpa embel-embel negatif.
Andri Wongso; " Tak ada kebahagiaan tanpa penderitaan"
Semoga

Mungkin kita salah didik

Fenomena akhir-akhir ini menimbulkan pertanyaan yang susah di temukan jawabannya, terhadap kejadian-kejadian, betapa kita telah banyak kehilangan arah ,membelok dari nilai-nilai agama dan adat ke timuran yang selama ini kita bangga-banggakan.Kita mengaku sebagai orang beragama, tapi para penganut selalu berbuat yang tak sesuai dengan tuntunan agamanya.Kita mengaku sebagai orang berbudaya, tapi seringkali kita jauh dari hasil kebudayaan itu sendiri.Kita mengaku sebagai orang timur yang penuh kelembutan, tapi kita malah sudah lebih senang saling menyakiti.
Lihatlah :
-Rakyat menghina pemimpinnya dan diaminkan pula oleh yang mewakilinya.
-DPR belajar etika sampai ke Luar Negeri, tapi malah etika mereka di DPR tak jelas ketika terima tamu.
-Rakyat mempercayakan kesejahteraannya untuk di perjuangkan, malah rakyat di tinggalkan.
-Pendidikan Moral Pancasila, sekarang PKN sudah di ajarkan sejak SD, tapi nyatanya kita begitu mudah mengobok-obok hukum menterjemahkan sesuai kepentingan.Ada pula yang tak pandai berlaku sopan-santun meski sebenarnya dia lah yang di harapkan sebagai teladan.
-Agama mengajarkan berlaku adil, tetapi kita sibuk menafsirkan hukum berdasarkan selera.
-Agama mengajarkan agar menghormati yang lebih tua, tapi kita begitu terbiasa menghina pemimpin kita sendiri.Padahal begitu mudah di terjemahkan, kalau rakyatnya sendiri menghina pemimpinnya, apa ia negara lain akan menghargai negeri yang rakyatnya berbuat begitu.
Agama mengajarkan untuk saling mengasihi, tapi kita begitu gemar menyakiti orang lain dengan polisi tidur.
-Disekolah selalu di tanamkan rasa tanggungjawab.Tapi tampaknya itu tak pernah di jadikan pegangan.Malah baru saja terjadi di DPR, ketika disoal tentang koin Presiden, dengan bersilat lidah mereka yang merasa pintar itu menjawab; "kami belum putuskan yang kami maksud presiden itu siapa' bisa jadi President PKS yang nanti akan membagikan koin itu pada yg membutuhkan".Hh???????????????
-Disekolah juga di tanamkan kejujuran, tapi kok setelah di beri kepercayaan malah menggerogoti uang negara, seperti GYT yang kaya raya dari pengurusan pajak dengan merugikan negara milyaran rupiah.
-Begitu entengnya lidah ini menghina orang lain, memfitnah, dan memojokkan.
Sebagai Guru, dalam hati bertanya, apa mungkin para guru telah salah didik.Masih ada waktu untuk memperbaiki cara mendidik kita, terutama bila ternyata juga, kita bukan orang yang pantas di sebut pendidik karena, sering memaksakan murid membeli buku dari guru, membuat karya yang selalu di tujukan untuk mendapatkan uang dari murid.Sebagai guru saya juga turut prihatin, karena ada guru yang meminta uang renang untuk 6 bulan Rp.45.000, kalau tak ikut renang nggak apa-apa, dan kalau di bayar lunas sebelum bulan depan dapat diskon Rp.5000, jadi cuma bayar Rp.40.000.
Pantas saja, anak saya dan mungkin anak anda juga, sudah renang mulai kelas 4 SD, minimal 1x sebulan dan berlanjut hingga tamat SMA, tetap tak pandai berenang.
Seharusnya kita malu, apalagi dengan cara seperti itu maka tentu saja kita lah yang menjadi penyebab mereka nantinya berbuat seperti orang yang tak pernah di ajar.Semoga kita terhindar dari perbuatan tercela yang tak pantas di lakukan sebagai seorang guru.Semoga.