Jumat, 13 Januari 2012

Premium kami mana

Puisi ini di buat menyambut kabar akan di hapuskannya premium dan di gantikan dengan pertamax.Mobil angkot akan di sumbang converter gratis, sedang mobil pribadi harus membelinya dgn harga kisaran Rp.10.000.000 - Rp.15.000.000
Gundah rasanya kalau ini betul di berlakukan.

Premium kami mana
oleh Abd.Manaf Marpaung SPd

Aku tak pernah dengar
Bicaramu tanpa ngelantur
Meskipun saat aku atau kau tertidur
                Mengapa kau buatku selalu gundah?
                Meski di rumahku sendiri
                Mengapa seperti hidup menumpang?
                Meski di tumpah darahku sendiri
Itu karena kau
Kau yang membisu dan kelu
Menyangka kalau kau berhasil membuat kami kaya
Menyangka kalau kami selalu damai
                Negara ini milik siapa?
                Tanah ini dan isinya siapa punya?
                Udara  punya siapa?
                Hingga nafasku selalu tersesak
Dikala perutmu tak lagi bersahabat dengan nuranimu
Dikalau benakmu tumpul dan kosong
Mobil butut ku akan jadi barang rongsokan
Mana Premium kami?
                Itu kan bukan kau yang punya ?
                Atau mampumu cuma tarik subsidi?
                Kalau uma begitu, semua orang juga bisa?
                Kami masih butuh karena kami belum kaya

Rabu, 04 Januari 2012

Mimpiku tak indah lagi


Mimpiku tak indah lagi (Puisi)
Oleh Abd.Manaf Marpaung SPd
  
Aku masih terlelap
Diantara bising mulut kotor para ahli
Diantara basa basi para penguasa
Dan diantara para pendidik yang galau
                Mereka pintar memutar fakta
                Mereka pintar memutar arah
                Mereka pintar menabur madu di lidah
                Mereka pintar menyusun kata
Aku tak ingat lagi apa yang kukatakan
Aku tak tahu apa yang mesti ku sampaikan
Meski aku masih ingat ajaran guruku yang sudah tiada
Aku juga masih ingat pesan orangtuaku tentang cara menggunakan mulut
                Tapi aku harus bilang apa?
                Apa aku berani
                Mereka tak perdulikan
                Mereka tak ada yang mendengarkan
Sampai mimpi ku pun tak lagi indah
Berputar, berputar tak tentu arah
Selalu saja terseok di antara kuping-kuping yang tuli
Dan aku hanya melihat ke tamakan dan kemunafikan
                Mungkin nasib bangsaku juga 
                Hanya akan bagai mimpu buruk
                Tidurku galau
                Bangunku Penat