Kamis, 23 Juni 2011

Masya Allah, aku telah mengajarkan "culas" pada mereka

Mungkin Siami bukanlah satu-satunya guru yang menjerit akan keadaan/dampak dari UN.Namun di antara sekian banyak itu hanya Siami yang nekat menembus zaman.Yang lain? ya apalagi kalau bukan "pengecut" seperti saya juga.Ironi memang Dunia Pendidikan saat ini.Guru di katakan profesional karena punya banyak sertifikat, punya beberapa Piagam Penghargaan.Padahal mereka itu umumnya suka "melalak" meninggalkan kelas beserta anak muridnya, tanpa merasa bersalah muridnya tidak belajar.Tuntutan sertifikasi guru telah banyak menimbulkan ekses utamanya semakin terkikisnya kejujuran, seperti dengan menggandakan Sertifikat (scan), Ijazah instant, atau membeli sertifikat dan sejenisnya.
Lantas, apa yang terjadi selanjutnya bukanlah sesuai dengan tuntutan profesionalisme,karena ternyata guru yg sudah di sertifikasi paling BETI (beda tipis) dengan yang belum.Selanjutnya dan ini yang sangat mengiris hati sampai saat ini, di karenakan tuntutan UN yang menurutku mengada-ada, guru terpaksa mengajari muridnya berbuat curang.Meskipun sebenarnya hal itu juga bukan semata-mata kemauan guru,karena ia juga di perintah oleh atasannya, atasannya lagi dan lagi.Sepertinya tidak mustahil, kalau seandainya operasional seluler dan jaringan telepon lainnya di hentikan selama UN, maka 50% siswa di daerah tertentu pasti tidak lulus UN.Alasannya cukup gampang.Karena setiap malam boleh jadi siswa bukan belajar keras untuk bisa menjawab ujian, tetapi menunggu SMS untuk jawaban ujian esok harinya.Atau ia cepat tidur supaya bisa cepat bangun biar besok pagi bisa cepat berangkat ke sekolah untuk menerima jawaban dari petugas (guru) yg di tugaskan untuk itu.Berapa siswa yang menerima bantuan seperti itu, mungkin ribuan, maka secara tidak langsung kita sudah mengajari siswa kita untuk berbuat "culas" sampai ribuan siswa.Maka jangan salahkan jika mereka nantinya:
-menempati kursi empuk, akan mudah untuk korupsi
-menempati jabatan di PLN akan se-enaknya mematikan listrik
-menempati jabatan Kepala Sekolah akan berbuat hal yang sama
-pendek kata ajaran dari sebab perbuatan "culas" yg kita setujui akan mengajari dia berbuat lebih banyak ke culasan, karena ia merasa hal itu sah-sah saja, karena di contohkan oleh guru.

Jumat, 10 Juni 2011

Pendidikan Karakter untuk siapa

Menyimak pidato Mendiknas pada hari Pendidikan Nasiaonal Mei lalu membawa harapan sekaligus tantangan bagi seluruh kalangan yang terkait di dalamnya.Jika yang di maksudkan hanyalah untuk siswa maka tak kan membawa banyak perubahan.Betapa tidak, karena faktor keberhasilan pendidikan bukanlah semata -mata pada siswa melainkan turut serta di dalamnya;
- kebijakan pemerintah , apakah pemerintah tegas dalam kebijakan? terasakan ia terbuktikan tidak, bahwa pendidikan kita saat ini masih berkutat pada angka sebagai outputnya.Angka memang perlu, tetapi demi angka sebagian kalangan sekolah malam mengandangkan rasa malu dan mengotori kejujuran demi prosentase kelulusan siswa-siswanya.
-guru dan permasalahannya,
 --kesadaran dan rasa tanggungjawab akan tugas, kehadiran di kelas melaksanakan KBM
 --kemampuan, sampai sejauh mana ia mampu menjabarkan SK/KD dan cara menyampaikannya
 --ketulusan terhadap siswa, menghindarkan diri dari membebani siswa dengan uang photo copy soal, uang bahan praktek, uang renang melebihi keperluan.
 --gangguan ekternal, pungutan terhadap : naik pangkat, ngurus berkas, terima uang sertifikasi dll.
-siswa dan permasalahannya:
 --sajian yang tidak mendidik senantiasa ada di depan mata, siaran Media, peristiwa di jalanan, internet yg bebas untuk anak sekolah, 
 --pengalihan idola, karena bingung siapa yang harus ia teladani
 --over protective oleh orang tua/ HAM.Orangtua tidak terima anaknya di salahkan sedangkan guru menjadi masa bodoh.
Lantas, ...................????????
Sekali lagi jika Pendidikan Karakter hanya untuk siswa, rasanya "RAGU"