Program
pelayanan konseling yang perlu dibuat oleh guru pembimbing guna merencanakan
kegiatan bimbingan antara lain
1. Program
harian, yaitu program yang langsung diadakan pada hari-hari tertentu dalam satu
minggu.
2. Program
mingguan, yaitu program yang akan dilaksanakan secara penuh untuk kurun waktu
satu minggu tertentu dalam satu bulan.
3. Program
buianan, yaitu program yang akan dilaksanakan secara penuh untuk kurun waktu
satu bulan tertentu dalam satu semester.
4. Program
semester, yaitu program yang akan dilaksanakan secara penuh
untuk kurun
waktu satu semester tertentu dalam satu tahun ajaran.
5. Program Tahunan,
yaitu program yang akan dilaksanakan secara penuh
untuk kurun
waktu satu tahun tertentu dalam satu jenjang sekolah.
Kelima jenis
program tersebut satu sama lain saling terkait. Program tahunan didalamnya
me!iputi program semester, program semester didalamnya meliputi program
bulanan, program bulanan didalam meliputi agenda mingguan, dan agenda
mingguan didalamnya meliputi agenda harian. Agenda harian ini merupakan jabaran
dari agenda mingguan guru pembimbing pada kelas yang diasuhnya. Agenda ini
dibuat secara tertulis pada buku agenda yang berupa satuan Iayanan dan atau
satuan penduk.ung (RPP)
E.Tahap-tahap
Penyusunan Program Pelayanan Konseling.
Suatu program
hendaknya disusun dengan baik. .Untuk menyusun suatu program pelayanan
konseling memerlukan langkah-iangkah yang bersifat menyeluruh dan terintegral.
Harold J. Burbach & Larry E. Decker (1977:198) mengemukakan lanykah-langkah
dalam suatu perencanaan sebagai berikut
1. Menentukan
tujuan yang akan dicapai
2. Menganalisis
tentang sumber-sumber dan kendala yaitu yang berhubungan dengan personil,
sikap, biaya, peraturan-peraturan, fasilitas dan waktu.
3. Menganalisis
tentang kebutuhan-kebutuhan
4. Menentukan
tujuan-tujuan yang lebih spesifik dan dapat diukur.
5. Menentukan
prioritas.
6. Menentukan
strategi-strategi dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan tujuan-tujuan
yang spesifik.
7. Mengadakan
evaluasi terhadap perencanaan yang mencakup (a) untuk melihat sejauh mana
tujuan-tujuan yang telah dicapai, dan (b) untuk melihat sejauh mana
kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan itu dilaksanakan.
8. Mengadakan
beberapa perubahan yang perlu untuk perbaikan program.
Sedangkan
Yoseph W. Holis (1965:23-24) menjelaskan bahwa langkah-langkah penyusunan
program pelayanan konseling yang baik agar efektif, ada beberapa bentuk yang
harus dilakukan, yaitu:
1. Mengidentifikasi
kebutuhan,
2. Studi
mengenal layanan bimbingan yang telah ada dan mengembangkan pedoman kegiatan
untuk Iayanan yang baru atau layanan yang diperbaharui lagi,
3.Menetapkan
cara-cara untuk mengumpulkan data dan menyebarkan data
4. Memodifikasi
program,
5. Seleksi
tipe organisasi bimbingan dan konsehng dan menetapkan peranan tenaga pelaksana,
6. Menyeleksi koordinator dan pimpinan
masing-masing bagian program Iayanan bimbingan dan konseling,
7. Menetapkan
fasilitas yann memadai,
8. Pemeliharaan
catatan dan laporan yang memadai dalam selaruh kegiatan Iayanan bimbingan dari
setiap individu,
9. Pendidikan
in-service bagi rekan sekerja (sejawat),
10. Memanfaatkan
sumber daya masyarakat dan referal, dan
11. Menyusun
alokasi dan biaya kegiatan bimbingan.
Mencermati
proses perencanaan program pelayanan konseling tersebut di atas, maka dalam
penyusunan program pelayanan konseling ada beberapa aspek yang seharusnya
mendapatkan penekanan, yaitu (a) tujuan, (b) kebutuhan¬kebutuhan siswa, (c)
materi dan kegiatan Iayanan yang diberikan, (d) kegiatan evaluasi, (d) sumber
daya manusia, dan (e) sarana dan prasarana.
D. Unsur dan
Syarat Penyusunan Program Pelayanan Konseling.
Dalam
penyusunan program pelayanan konseling diharapkan memenuhi unsur-unsur dan
persyaratan tertentu. Menurut Prayitno (1998) unsur-unsur yang harus
diperhatikan dan menjadi isi program bimbingan dan konseling meliputi kebutuhan
siswa, jumlah siswa yang dibimbing, kegiatan di dalam dan di luar jam belajar
sekolah, jenis bidang bimbingan dan jenis layanan, volume kegiatan bimbingan
dan konseling, dan frekuensi layanan terhadap siswa. Sedangkan syarat-syarat
yang harus dipenuhi dalam penyusunan program bimbingan dan konseling adalah
sebagai berikut:
1.. Berdasarkan
kebutuhan bagi pengembangan peserta didik sesuai dengan kondisi pribadinya,
serta jenjang dan jenis pendidikannya.
2.. Lengkap
dan menyeluruh, artinya memuat segenap fungsi bimbingan. kelengkapan program ini disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik pada satuan
pendidikan yang bersangkutan.
3.
Sistematik, dalam arti program, disusun menurut urutan logis,
tersinkronisasi dengan menghindari turnpang tindih yang tidak perlu, serta
dibagi-bagi secara logis,
4. Terbuka
dan luwes, artinya mudah menerima masukan untuk pengembangan dan penyempurnaan,
tanpa harus merombak program itu secara menyeluruh.
5.. Memungkink.an
kerja sama dengan fihak yang terkait dalam rangka sebesar-besamya memanfaatkan
berbagai sumber dan kemudahan yang tersedia bagi kelancaran dan keberhasilan
pelayanan bimbingan dan konseling.
6.
Memungkinkan diselenggarakannya penilaian dan tindak lanjut untuk
penyempurnaan program pada khususnya dan peningkatan keefektifan dan
keefisienan penyelenggaraan program pelayanan bimbingan dan konseling pada
umumnya.
Sedangkan
menurut Kaufan, F. W. Miller dalam Natawidjaja menyebutkan bahwa suatu program
dikatakan baik jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Program
itu disusun dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan nyata dari para siswa
sekolah yang bersangkutan.
2. Kegiatan
bimbingan diatur menurut skala prioritas yang juga ditentukan berdasarkan
kebutuhan siswa dan kemampuan petugas.
3. Program
itu dikembangkan berangsur-angsur dengan melibatkan semua tenaga kependidikan
di sekolah dalam merencanakannya.
4. Program
itu memiliki tujuan yang ideal, tetapi realistik dalam pelaksanaannya.
5. Program
itu mencerminkan komunikasi yang berkesinambungan diantara semua anggota staf
pelaksananya.
6.. Menyediakan
fasilitas yang diperlukan.
7.Penyusunan
disesuaikan dengan program pendidikan di lingkungan sekolah yang bersangkutan.
8.Memberikan
kemungkinan pelayanan semua siswa.
9.. Memperlihatkan
peranan yang penting dalam menghubungkan dan memadukan sekolah dengan
masyarakat.
10. Berlangsung
sejalan dengan proses penilaian diri, baik mengenai program itu sendiri maupun
kemajuan pengetahuan, keterampilan dan sikap petugas pelaksanaanya.
11. Program
itu hendaknya menjamin keseimbangan dan kesinambungan seluruh pelayanan
bimbingan.
Program
pelayanan konseling disusun dan dikembangkan didasarkan atas pertimbangan bahwa
program yang disusun dengan baik akan memberikan banyak keuntungan, baik bagi
para siswa yang mendapat layanan bimbingan dan konse!ing maupun bagi petugas
yang menyelenggarakan. Di samping itu Program pelayanan konseling yang baik,
memungkinkan keberhasilan suatu layawan bimbingan don konseling.
Prayitno
(2000) mengemukakan beberapa keuntungan disusunnya suatu program, yaitu :
1.. Memungkinkan
Guru Pembimbing untuk menghemat waktu, usaha, biaya, dengan menghindarkan
kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi, dan usaha coba-coba yang tidak
menguntungkan.
2.. Siswa
asuh akan menerima pelayanan bimbingan dan konseling secara seimbang dan menyeluruh baik dalam hal kesempatan bidang bimbingan dan
jenis-jenis layanan bimbingan yang diperlukan.
3. Setiap
Guru Pernbimbing rnengetahui peranannya masing-masing dan mengetahui pula bilamana dan dimana harus bertindak.Dalam pada itu guru pembimbing akan menghayati pengalaman yang sangat berguna untuk kepentingan siswa -siswa asuhnya.
Sedangkan
Rochman Natawidjaja (1984) menjelaskan bahwa program bimbingan yang
direncanakan dengan baik dan terinci, akan memberikan banyak keuntungan.
Keuntungan-keuntungan tersebut adalah (1) memungkinkan para petugas bimbingan
menghernat waktu, usaha, biaya dengan merighindarkan kesalahan-kesalahan dan
usaha coba-coba yang tidak menguntungkan; (2) rnemungkinkan siswa untuk
mendapatkan pelayanan bimbingan secara seimbang dan menyeluruh, baik dalam
kesempatan ataupun dalam jenis pelayanan bimbingan yang diperlukan; (3) memungkinkan
setiap petugas mengetahui dan memahami peranannya dan rnengetahui bagaimana dan
dimana mereka harus melakukan upaya secara tepat; (4) memungkinkan para petugas
untuk menghayati pengalaman yang berguna untuk kemajuan sendiri dan untuk
kepentingan para siswa yang dibimbingnya.
Tujuan penyusunan program tidak lain agar kegiatan pelayanan
konseling di sekolah dapat terlaksana dengan lancar, efektif dan efisien, serta
hasil-hasilnya dapat di nilai,. Tersusun dan terlaksananya program pelayanan
konseling dengan baik akan lebih menjamin pencapaian tujuan kegiatan pada
khususnya, tujuan sekolah pada umumnya, juga akan lebih menegakkan
akuntabilitas pelayanan konse!ng di sekolah.Juntika (2002:85) tujuan
penyusunan program pelayanan konseling adalah adanya kejelasan arah pelaksanaan
program, adanya kemudahan mengontrol dan mengevaluasi kegiatan, clan
terlaksananva program kegiatan secara lancar, efisien, dan efektif.
Sedangkan menurut
Pengurus Besar IPBI (2001:3) tujuan penyusunan program pelayanan bimbingan dan
konseling ialah agar Guru Pembimbing memiliki pedoman yang pasti dan jelas,
sehingga kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah dapat terlaksana dengan
!ancar, efektif dan serta hasil-hasilnya dapat dinilai.
Program pelayanan konseling tersebut hendaknya dibuat secara
tertulis dan selanjutnya dikomunikasikan kepada sesarna Guru Pembimbing.
sejawat dan guru, staf sekolah lainnya, serta pirnpinan sekolah, untuk
selanjutnya menjadi rambu-rambu bagi kerja sama antara Guru Pembimbing dengan
semua personil-personil sekolah yang dimaksudkan itu.
Program pelayanan konseling merupakan isi kese!uruhan
organisasi pe!ayanan konseling di sekolah. Program itu perlu disusun dengan
memperhatikan kondisi yang terdapat di lapangan.
A.Pengertian Program pelayanan konseling
Program pelayanan konseling diartikan seperangkat kegiatan
bimbingan dan konseling yang dirancang secara terencana, terorganisasi,
terkoordinasi selama periode waktu tertentu dan dilakukan secara kait mengait
untuk mencapai tujuan.
Pengurus Besar IPBI (2001:2) mendelinisikan program
bimbingan dan konseling sebagai satuan rencana keseluruhan kegiatan bimbingan
dan konseling yang akan dilaksanakan pada periode waktu tertentu, seperti
periode bulanan, semester, tahunan. Sedangkan menurut Wahyu Sumidjo (1999:9)
yang dimaksud dengan program ialah rencana komprehensif yang memuat penggunaan
sumber-sumber dalam pola yang terintegrasi serta urutan tindakan kegiatan yang
dijadwalkan untuk rnencapai tujuan yang telah ditetapkan. Program menggariskan
apa, oleh siapa, bilamana dan dimana tindakan akan dilakukan.
Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian
hasil belajar peserta didik. Penilaian basil belajar peserta didik pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang
mencerminkan kemampuan yang diukur.
2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan
kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau
merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar
belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah
satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian,
dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6. Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh
pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik
penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana
dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
8. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada
ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
9. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan,
baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
Agar prinsip-prinsip penilaian dapat dipenuhi, maka salah
satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah dalam melakukan penilaian hasil
belajar, pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi,
penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan
karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik.
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah terdiri atas penilaian hasil belajar oleh pendidik; penilaian hasil
belajar oleh satuan pendidikan; dan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Instrumen penilaian hash belajar yang digunakan pendidik memenuhi persyaratan
(a) substansi, adalah merepresentasikan kompetensi yang dinilai, (b)
konstruksi, adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen
yang digunakan, dan (c) bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar
serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.
Instrumen penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan
dalam bentuk ujian sekolah/madrasah memenuhi persyaratan substansi, konstruksi,
dan bahasa, serta memiliki bukti validitas empirik. Instrumen penilaian yang
digunakan oieh pemerintah dalam bentuk UN memenuhi persyaratan substansi,
konstruksi, bahasa, dan memiliki bukti validitas empirik serta menghasilkan
skor yang dapat diperbandingkan antar sekolah, antar daerah, dan antar tahun.
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya
operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan
sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
Biaya personal sebagaimana dimaksud
pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta
didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi : gaji
pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak
langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan
prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain
sebagainya.
Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni
standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh pemerintah
daerah, dan standar pengelolaan oleh Pemerintah.
Standar pengelolaan pendidikan untuk satuan pendidikan dasar
dan menengah adalah standar pengelolaan pendidikan untuk sekolah/madrasah yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan
agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Dalam
standar pengelolaan ini diterapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan
dengan kemandirian. kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas
Setiap satuan pendidikan dipimpin oleh seorang kepala satuan
sebagai penanggung jawab pengelolaan pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya
kepala satuan pendidikan SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat dibantu
minimal oleh satu orang wakil kepala satuan pendidikan. Pada satuan pendidikan
SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat kepala satuan pendidikan
dalam melaksanakan tugasnya dibantu minimal oleh tiga wakil kepala satuan
pendidikan yang masing-masing secara berturut-turut membidangi akademik, sarana
dan prasarana, serta kesiswaan.
Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan
menengah di bidang akademik dilakukan oleh rapat Dewan Pendidik yang dipimpin
oleh kepala satuan pendidikan. Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan
dasar dan menengah di bidang non-akademik dilakukan oleh komite
sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala satuan pendidikan. Rapat dewan
pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah
mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan. Secara
lengkap standar pengelolaan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan
Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dalam Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 itu segala sesuatunya
dikelola secara rinci. Sebagai contoh pengelolaan perpustakaan sekolah/madrasah
perlu :
1. Menyediakan petunjuk pelaksanaan operasional peminjaman
buku dan bahan pustaka Iainnya;
2. Merencanakan fasilitas peminjaman huku dan bahan pustaka
Iainnya sesuai dengan kebutulian peserta didik dan pendidik;
3. Membuka pelayanan minimal enam jam sehari pada hari
kerja;
4. Melengkapi fasilitas peminjaman antar perpustakaan, baik
internal maupun eksternal;
5. Menyediakan pelayanan peminjaman dengan perpustakaan dari
sekolah/madrasah lain baik negeri maupun swasta.
Dengan gambaran seperti yang telah diuraikan di atas maka
wajarlah bila standar pendidikan nasional ini merupakan acuan untuk melakukan
penjaminan mutu pendidikan. Atau dengan kata lain, bila dikehendaki sekolah
bermutu maka kelola seperti yang tertuliskan dalam standar pengelolaan.
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi
perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar
lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang
meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik,
ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang konseling,
ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan
jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi,
dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan.
Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan
Sekoiah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) tertuang dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007. Standar ini
mencakup kriteria minimum sarana dan kriteria minimum prasarana. Mistress By Mistake
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang
dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh
seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian
yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Seorang pendidik, selain memiliki kualifikasi akademik dan
pendidikan profesional juga harus memiliki kompetensi sebagai agen
pembelajaran. Kompetensi tersebut meliputi:
•Kompetensi pedagogik;
•Kompetensi kepribadian;
•Kompetensi profesional; dan
•Kompetensi sosial.
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal I disebutkan
bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan. Sedangkan tenaga kependidikan meliputi kepala
sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi, tenaga
perpustakaan tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar, dan
tenaga kebersihan.
Selain pendidik, tenaga kependidikan lainnya seperti
pengawas dan kepala sekolah juga memiliki standar atau kriteria minimum.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007
tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah. Sementara untuk konselor diatur dalam Permendiknas Nomor 28
tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademis dan Kompetensi Konselor.
Uraian di alas menunjukkan bahwa tidak sembarang orang dapat
menjadi pendidik, kepala sekolah, dan pengawas. Mereka harus memiliki kriteria
minimum untuk menjadi pendidik, kepala sekolah, dan pengawas. Dengan cara
demikian maka mutu pendidik, kepala sekolah, dan pengawas dapat terjamin.
Pendidikan yang bermutu akan menghasilkan lulusan yang
bermutu pula. Tuntutan agar proses pembelajaran mampu menghasilkan lulusan
yang bermutu tersebut akan terpenuhi apabila proses pembelajaran bermutu.
Proses pembelajaran harus dipilih, dikembangkan, dan diterapkan secara luwes
dan bervariasi dengan memenuhi kriteria standar. Proses pembelajaran yang
bersifat luwes dan bervariasi ini diterapkan pada semua jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan. Pembelajaran pada setiap satuan pendidikan harus
interaktif, inspiratif dalam suasana yang menyenangkan, menggairahkan,
menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Untuk itu diperlukan adanya acuan dasar yang memuat kriteria minimal berbagai
aspek penyelenggaraan proses pembelajaran (standar proses) pada satuan
pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Dengan ditetapkannya standar proses pembelajaran, maka
proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan formal akan terjamin mutunya,
sehingga terlaksana proses pembelajaran yang efektif dan efisien untuk mencapai
standar kompetensi lulusan. Selain itu, standar proses pembelajaran juga dapat
digunakan sebagai:
1.Pedoman
umum bagi para pendidik dalam menyelenggarakan kegiatan belajar dan
pembelajaran di setiap satuan pendidikan formal.
2. Dasar
bagi pemerintah, pemerintah propinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam
mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pembelajaran
di setiap satuan pendidikan formal.
3. Petunjuk bagi masyarakat dalam peran sertanya dalam
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengawasan program pembelajaran di
setiap satuan pendidikan formal.
Dengan demikian dalam proses pembelajaran, setiap satuan
pendidikan harus melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran
untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien, sehingga
menghasilkan lulusan yang bermutu.
Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat
kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu.
Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur
kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender
pendidikan. Selaras dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Standar
Isi mencakup :
1. Kerangka
dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum
pada tingkat satuan pendidikan,
2. Behan
belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah,
3. Kurikulum
tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan
berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari
standar isi, dan
4. Kalender
pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan menengah.
Dalam kerangka dasar dijelaskan prinsip-prinsip pengembangan
dan pelaksanaan kurikulum. Dengan penjelasan tersebut, maka kurikulum yang
dikembangkan dijamin bermutu dan pelaksanaannyapun dijamin bermutu. Sementara
itu struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan
kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan
dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar
yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar
kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan
bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah.
Terkait dengan muatan dalam struktur kurikulum yang memuat
sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar
bagi peserta didik pada satuan pendidikan juga ada materi muatan lokal dan
kegiatan pengembangan diri. Ketiga komponen dalam struktur kurikulum tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Mata
pelajaran
Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing
tingkat satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum
dalam SI.
2. Muatan
Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk
mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah,
termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari
mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata
pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan,
tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata
pelajaran, sehingga satuan pendidikan hars mengembangkan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan
pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap
semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat
menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
3. Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan
kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan
diri sesuai
dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai
dengah kondisi
sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau
dibimbing oleh
konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat
dilakukan dalam
bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri
dapat dilakukan
antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang
berkenaan dengan
masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan
pengembangan
karier. Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan
diri
terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan
bimbingan karier.
Cakupan lain adalah beban belajar. Beban kerja adalah beban
belajar sistem paket pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sistem Paket
adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya
diwajibkan mengikuti seluruh program pembelajaran dan beban belajar yang sudah
ditetapkan untuk setiap kelas sesuai dengan struktur kurikulum yang berlaku
pada satuan pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada Sistem Paket
dinyatakan dalam satuan jam pembelajaran. Beban belajar dirumuskan dalam bentuk
satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti program
pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur. Semua itu dimaksudkan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik.
Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan
pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan
tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari
libur. Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan disusun oleh
masing-masing satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu sebagaimana tersebut
pada dokumen Standar Isi ini dengan memperhatikan ketentuan dari
pemerintah/pemerintah daerah.
Secara lengkap SI tertuang dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 . Dalam Peraturan
Menteri ini terdapat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah (SD-MI. SDLB, SMP-MTs, SMPLB, SMA-MA, SMALB,
SMK-MAK).
Sementara itu, SI untuk sekolah kesetaraan tertuang dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2007
tentang Standar Isi untuk Program Paket A, Program Paket B dan Program Paket C.
Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta
didik. Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan
minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan
minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata
pelajaran. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2006 menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Lampiran Permen ini meliputi:
• SKL,
Satuan Pendidikan & Kelompok Mata Pelajaran
• SKL Mata
Pelajaran SD-MI
• SKL Mata
Pelajaran SMP-MTs
• SKL Mata
Pelajaran SMA-MA
• SKL Mata
Pelajaran PLB ABDE
• SKI, Mata
Pelajaran SMK-MAK
Standar Kompetensi lulusan ini tidak hanya mencakup domain
kognitif dan psikomotor tetapi juga domain afektif dan domain sosial. Hal ini
dapat dilihat dari contoh Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pend idikan
(SKL-SP) SMP/MTs/SMPLB/Paket B sebagai berikut :
1. Mengamalkan
ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja
2. Memahami
kekurangan dan kelebihan diri sendiri
3. Menunjukkan
sikap percaya diri
4. Mematuhi
aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih lugas
5. Menghargai
keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup
nasional
6. Mencari
dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara
logis, kritis, dan kreatif
7. Menunjukkan
kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
8. Menunjukkan
kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya
9. Menunjukkan
kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari
10. Mendeskripsi
gejala alam dan sosial
11. Memanfaatkan
lingkungan secara bertanggung jawab
12. Menerapkan
nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
13. Menghargai
karya seni dan budaya nasional
14. Menghargai
tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya
15. Menerapkan
hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang
16. Berkomunikasi
dan berinteraksi secara efektif dan santun
17. Memahami
hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat
18. Menghargai
adanya perbedaan pendapat
19. Menunjukkan
kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana
20. Menunjukkan
keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris sederhana
21. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti
pendidikan menengah
Contoh SKL-SP di atas
menunjukkan betapa kompleksnya kriteria minimum seorang siswa yang akan lulus
dari SMP/MTs/SMPLB/Paket B. Oleh karenanya tidaklah diragukan lagi manakala SNP
ini dapat digunakan sebagai acuan penjaminan mutu pendidikan di Indonesia.
Untuk memberlakukan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan
Standar Isi (SI) diterbitkanlah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan standar isi dan standar
kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Selanjutnya agar
satuan pendidikan atau sekolah/madrasah dan guru tidak kesulitan menjabarkan
SKL dan SI maka Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menerbitkan Panduan
Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Panduan Pengembangan
Diri. Dengan panduan ini diharapkan sekolah/madrasah memiliki pedoman dalam
mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang Pendidikan
Dasar dan Menengah.