Jumat, 25 Desember 2009

Ujian Nasional masih legalkah


Mahkamah Agung (MA) melarang ujian nasional (UN) yang digelar Depdiknas. Kasasi gugatan UN yang diajukan pemerintah ditolak MA.
Seperti tertuang dalam situs MA.go.id,MA memutuskan menolak kasasi perkara itu dengan nomor register 2596 K/PDT/2008 itu diputus pada 14 September 2009. Perkara gugatan warga negara (citizen lawsuit) ini diajukan Kristiono dkk.
"Majelis hakim terdiri dari Ketua Majelis Hakim Mansyur Kartayasa, Imam Harjadi, dan Abas Said,"terang Kepala Sub Bagian (Kasubag) Humas MA, Andri Tristianto melalui telepon, Rabu (25/11).
Dalam isi putusan ini, para tegugat yakni presiden, wapres,mendiknas, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dinilai lalai memenuhi kebutuhan hak asasi manusia (HAM) di bidang pendidikan. Pemerintah juga lalai meningkatkan kualitas guru.
(sumber: Harian SIB)
Seperti kita ketahui bahwasanya Pelaksanaan UN  hanya melaksanakan Amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, di mana pada pasal 63 tentang standar nasional pendidikan, penilaian belajar dilakukan oleh guru, kemudian oleh satuan pendidkan sekolah, dan yang ketiga oleh pemerintah melalui UN.
Kutipan"Selama tiga tahun terakhir ini pemerintah sudah serius meningkatkan kualitas guru. Saya juga tidak setuju jika UN dikatakan tidak manusiawi" (JK)
Masalah paling serius sebenarnya adalah
1.Jika kita mau jujur, kebijakan yang tidak tegas terhadap UN menjadi pemicu timbulnya keberatan masyarakat termasuk sebagian guru.Jika pemerintah bertujuan untuk mengukur standarisasi maka tak perlu menetapkan Nilai minimal.Sebab jika itu yang dilakukan sama halnya kita memberlakukan standard memilih pohon berdasarkan tingginya, maka otomatis yang mencapai hitungan meter yang ditetapkan yang akan terpilih dan tidak pernah diberlakukan menunggu setengah tahun untuk melakukan pemilihan, karena suatu hal yang tak mungkin yang tinggi akan menunggu yang rendah agar bias sama.Maksudnya bahwa yang punya fasilitas sekolah cukup tak kan bisa menunggu sekolah yang hampir tak punya fasilitas belajar  hingga sama-sama pintar.
Tinjaulah Lab.Bahasa, IPA yang ada di Negeri ini, sekolah mana yang benar terbenahi Lab nya, bahkan ada yang menjadikan Lab sebagai gudang penyimpanan.Dan prestasi belajar apa yang akan didapat dari sekolah ini.
Banyak murid dinegeri ini masih belajar seperti mendengar cerita dongen.Dosen saya Pak Dalimunte di IKIP Medan pernah bilang.”Nanti kalian pun akan jadi sarjana, Sarjana dengar cerita, saya sekarang jadi sarjana karena sudah dengar cerita dari dosen saya, sekarang saya cerita, kalian dengarkan, nanti pun kalian akan jadi sarjana, sarjana dengan cerita”.
 2.Menimbulkan ketidakjujuran.
Sukar dikatakan bagaimana yang terjadi dilapangan, sewaktu UN berlangsung apalgi saat ini kita sudah harus mengatur lidah untuk bicara kalau tidak mau masuk hotel prodeo.Jadi untuk ini silakan anda Tanya sendiri ke guru, atau apa boleh buat kalau ini membuat anda pusing.
3.Kesetaraan yang tak bisa difahami
Sekolah yang berbentuk paket A,B dan C ada diluar pendidikan formal dan dikelola seadanya.Jika dibandingkan dengan mereka yang duduk di kelas regular setiap hari dengan absensi yang ketat, maka kesetaraan Ijazah diantara keduanya juga menurut saya merupakan suatu ketidak-adilan.Lantas mereka yang duduk selama tiga tahun di kelas regular,karena tidak lulus salahsatu mata pelajaran UN, tidak dapat mengulang ujian dan harus ikut paket.Lulus dan tidak lulus memang hal wajar, tetapi tak perlukah lagi pemerintah mempertimbangkan masukan dari guru yang mengajarinya selama ini.Kita sendiri pun mungkin kalau mengalami UN pada waktu zaman kita sekolah dulu, yakin pasti banyak yang tidak lulus.
4.Jika MA menolak atau mengharuskan pemerintah untuk lebih dulu membenahi fasilitas pendidikan baru di izinkan untuk melaksanakan UN, lantas bagaimana legalitas UN 2010?
Begitupun sebagai masyarakat akan lebih baik kita mempersiapkan anak kita agar lebih siap menghadapi UN daripada meributkannya.

Tidak ada komentar: