HAM atau hak azasi manusia yang paling hakiki adalah hak hidup, artinya hak yang primer di susun hak -kak lainnya yang bersifat sekunder.
Dalam dunia pendidikan HAM sudah merambah terlalu jauh mengingkari esensi pendidikan dengan ajaran psikologi pendidikan dan paedagogiknya.
Se ingat saya sewaktu di SPG dan di perkuliahan BK dahulu bahwa kita mengenal istilah hadiah dan hukuman.Yang berbuat positif di beri hadiah dan yang menyalah di beri hukuman.
Tapi apa yang terjadi sekarang ini, terutamanya sekolah Negeri tak lagi membikin anggaran untuk pemberian hadiah kepada siswa yang berprestasi.Bahkan sangat miris, sewaktu saya menerima keluhan anak saya mendapatkan beasiswa prestasi.Anak ke 2 saya menandatangani penerimaan beasiswa prestasi Rp.900.000, tapi yang di terima Rp.400.000. Anak ke empat saya menanda tangani penerimaan beasiswa prestasi Rp.900.000, tapi yang diterima hanya Rp.500.000.Ini terjadi di salah satu SMP di Deli Serdang dengan Kepala Sekolah yang sama dengan alasan biaya ke Kepala Dinas, biaya pengurusan dll.
Yang terasa memilikukan dengan kejadian yang sama, saya membagikan beasiswa prestasi kepada siswa kami di SMP Negeri 4 Medan tanpa saya potong satu sen pun, tetapi kok anak saya mengalami hal buruk itu.
Sekarang malah di galakkan membela yang bermalah, menurut catatan saya, pernah terjadi;
-siswi SMP yang hamil tak boleh di halangi ikut UN, alasan masa depan, HAM
-siswa terlibat narkoba boleh ikut UN, alasan sda.
-siswa terlibat terlibat menabrak orang dengan mobil, boleh ikut UN, alasan sda
-siswa terlibat menyiram air keras di bus umum, boleh ikut UN, alasan sda.
-siswa sudah menikah (terpaksa) boleh ikut UN, alasan sda
-anak tidak boleh di hukum menyamai orang dewasa dan harus di lindungi, seperti AQJ oleh KPAI
Oleh karena itu tak dapat di pungkiri sebagian guru menjadi apatis, karena merasa tidak lebih berkuasa pada siswanya di bandingkan orang di luar sana, semua dengan alasan HAM.
Bahkan sebagian guru takut jika harus berhadapan dengan pihak berwajib, gara-gara salah menangani siswa, lalu dalam hatinya;
"Bukan anakku, bukan famili ku, bukan siapa-siapa ku, udah ku bilangi bagus-bagus, tak juga berobah, terserah dia mau jadi monyet, jadi setan, terserah"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar